
https://ayobandung.com
Stres dipicu oleh banyak hal. Salah satunya adalah karena keinginan untuk bertemu teman-teman tapi tidak kesampaian – untuk kasus sekolah ini.
Sehingga hormon kortisol keluar dalam tubuh, berusaha untuk melawan dan meredam rasa stres.
Bisa dianalogikan seperti orang yang terkena gejala flu. Tubuh akan berusaha mengeluarkan antibodi untuk melawan virus agar tidak sampai flu.
Kalau dipikir-pikir, sebetulnya ini adalah tantangan bagi orang tua, meski pastinya mereka kebanyakan keberatan kalau harus mengajari anaknya setiap hari.
Tantangan untuk menjadi guru, sehingga bisa memahami peran guru, agar tidak mudah mengkritik guru.
Saya tidak menghakimi, namun sebagian orang tua ada yang kadang menegur guru tanpa melihat langsung prosesnya di kelas. Padahal guru sudah berupaya maksimal.
Sedangkan si anak masih saja sulit untuk diajak kerjasama. Entah itu belum mau belajar, atau nilainya sulit naik dan sebab-sebab lain.
Jelas sekali, orang tua harus berpikir maksimal – selain guru – demi kebaikan sang anak. Anak harus tetap bisa belajar, meski cobaan bernama virus corona belum selesai.
Dalam otak, ada sebuah sistem namanya limbik. Sistem inilah bertugas mengatur perhatian, konsentrasi, fokus dan ingatan.
Tapi kalau tekanan yang dialami orang tua berlebihan karena harus bisa jadi guru sementara di rumah saja selama pandemi, ya cukup bahaya juga.
Lama-lama bisa menjadi semacam virus juga. Sama seperti orang yang sedang kepikiran.
Kalau berpikir sih memang harus, tapi kalau berpikir berlebihan karena khawatir akan sesuatu, ini yang bisa menyebabkan penyakit datang.
Akhirnya, diajak bicara sering tidak fokus, diberitahu sering lupa. Jangan sampai terjadi ini. Demikian dengan anak.
Ada hormon yang bisa menolong kondisi psikis anak dan orang tua, yaitu oxytocin. Jadi masih ada perlindungan lain agar tidak terkena efek yang saya sebutkan tadi.

https://banjarmasin.tribunnews.com
Caranya adalah dengan membangun hubungan yang baik dengan saudara, teman sebaya maupun lebih tua asalkan cocok. Bisa dilakukan dengan (minimal) telpon, panggilan video, atau bertemu langsung.
Lho katanya jaga jarak? Iya betul, tapi bukan berarti tidak ketemu sama sekali kan? Kalau sama orang terdekat tidak masalah kok.
Tidak mungkin kan tidak ketemu sama sekali. Akhirnya paranoid alias takut berlebihan. Bahaya jadinya.
Dengan cara ini, hormon oxytocin dikeluarkan oleh tubuh, yang dapat membuat seseorang dapat merasa mencintai, percaya dan aman.
Anda pasti setuju kalau bertemu orang-orang terkasih dan tercinta rasanya membahagiakan.
Bisa dibilang, salah satu hiburan kehidupan adalah berkumpul dengan orang-orang terdekat namun bisa membahagiakan, bukan malah menyusahkan.
Dekat akrab tapi membuat sakit hati ya percuma. Semoga keluarga dan orang-orang sekitar Anda selalu membahagiakan 😊
Dengan menerapkan cara ini, anak-anak akan terbantu untuk mengelola stres. Sehingga emosinya akan terjaga, pikiran juga tidak tertekan. Untuk yang selanjutnya, anak akan merasa nyaman belajar.
Mungkin contoh penerapannya adalah anak belajar beberapa jam, kemudian bermain, atau dengan metode permainan. Saya yakin yang kedua pasti lebih menarik.
Karena apa? Ya, betul, dunia mereka adalah bermain. Bungkuslah materi pelajaran dengan permainan sambil mengenali tipe belajarnya.
Ya saya bisa memahami kok. Meski pakai permainan, tetap saja perlu ketemuan.
Seperti yang sebut tadi, belajar sekian jam dengan metode bermain, kemudian bertemu dengan teman-teman sebaya, baik di lingkungan rumah maupun sekolah dengan protokol kesehatan. Tinggal diatur saja oleh pihak sekolah rincinya bagaimana.
Sistem ini bisa disebut juga dengan pembelajaran hybrid atau campuran. Jadi ada dua sistem yang dijalankan secara bergilir.
Tatap muka dengan protokol kesehatan agar anak bisa ketemu teman-temannya, dan di rumah dengan menggunakan gawai atau laptop.

https://www.suara.com
Semisal, Senin masuk, Selasa tidak. Dua hari sekali jadi masuknya. Ini pun mungkin masih jadi perdebatan di kalangan masyarakat dan sekolah. Ada yang berpendapat kurang enak dan kurang efektif.
Ada juga yang setuju saja. Pokok anak bisa belajar dengan rasa aman dan senang. Jadi jangan sampai demi ilmu dan kesenangan, sampai-sampai lupa atau bahkan meremehkan virus ini.
Maksudnya, anak sekolah masuk semua dengan menerapkan protokol kesehatan. Saya kira ini belum cukup bapak ibu guru.
Harus ketat kalau urusannya anak-anak ini. Bahkan di Korea ada sekolah yang menerapkan semprotan disinfektan pada seluruh badan. Di Indonesia namanya bilik sterilisasi. Hanya tersedia di kota-kota tertentu saja.
Di saat kondisi yang mengkhawatirkan dan menggelisahkan ini, karena tidak bisa berbuat maksimal seperti dulu, tentu peran orang tua dan guru sangatlah penting.
Tidak bisa hanya guru saja, karena guru juga manusia. Perlu dibantu (orang tua). Tinggal bagaimana mengaturnya, baik dari segi waktu dan tempat.
Kerjasama yang baik kedua pihak ini akan membuahkan hasil terbaik. Setidak-tidaknya anak masih bisa belajar, terlepas dari durasinya.
Entah mau dibuat 2 jam, 4 jam atau lebih. Dan yang paling penting: bisa paham! Ini hasil yang diharapkan. Pikirkan saja ini.
Kalau berpikirnya saklek, kasihan anak-anak. Sekolah maunya masuk semua, sedangkan wali murid kebanyakan tidak mau. Sekolah ya harus berusaha untuk kondisional. Sangat dianjurkan untuk tidak idealis.
Masuk dua hari sekali, kemudian tugas secukupnya saja. Guru memang harus peras otak maksimal untuk membuat sistem terbaik serta metodenya.
Masa pandemi adalah (kemungkinan) masa paling menantang bagi dunia pendidikan, sepanjang sejarah umat manusia.
Leave a Reply