
https://paud-anakbermainbelajar.blogspot.com
Cara pertama: emosi. Sama halnya seperti main game, belajar pun harus ada unsur emosi. Ini berlaku bagi semua manusia yang melakukan sesuatu.
Emosi adalah perasaan yang terlibat ketika belajar, bekerja, nonton TV, membaca buku kesukaan. Kalau tidak senang? Ya tetap emosi aktif, hanya saja apa yang dilakukan jadi tidak nikmat.
TV nya bermodel sangat bagus, layar sentuh, tapi acaranya jelek semua. Apa yang dilakukan pemilik TV? Tekan tombol power untuk mematikan!
Kalau dalam belajar, buatlah skenario belajar yang sekiranya membuat anak sanggup menontonnya selama berjam-jam tanpa bosan, apalagi ngantuk.
Misal, perjalanan ke luar negeri, mulai dari beli tiket (ilmu ekonomi; transaksi), naik pesawat (ilmu bahasa;prosedur masuk ke bandara hingga pesawat&ilmu psikologi; menyenangkan lihat pesawat dari luar dan dalam), melihat awan dan kota (ilmu geografi dan biologi; rumah terlihat kecil dari atas).
Ya jadi semacam vlog yang dipadu dengan tematik, semua atau beberapa pelajaran digabung menjadi satu.
Bukankah itu SANGAT KEREN, bapak ibu sekalian? Silakan dijawab dalam hati atau secara lisan dengan rekan Anda 🙂
Meski ini diajarkan ke anak SD yang belum waktunya belajar ekonomi, tapi saya kira bagus kalau mereka diberi PENGETAHUAN lebih dulu sebelum SMP.
“oh jadi transaksi itu begini ya?” (ngerti sedikit tentang ekonomi)
“oh naik pesawat itu begini ya?” (ngerti sedikit naik pesawat)
Selanjutnya tinggal mengalaminya saja secara langsung, terserah kapannya
Contoh lain, seorang anak disuru belanja ibunya. Si anak tentunya patuh (ilmu agama dan PKn). Ia berangkat dengan sepeda motor disertai membaca doa (ilmu agama).
Sampai pasar ia harus antri dulu sebagai penerapan ketertiban dan kesabaran (Agama dan PKn lagi). Terjadilah transaksi (ilmu ekonomi lagi). ia bertanya kepada pedagang harga wortel dan dijawab lima ribu per kilo oleh penjual – contoh saja ini (ilmu komunikasi dan bahasa Indonesia).
Diberikan lembaran uang. Ada penjelasan nilai ektrinsik dan intrinsik (ilmu ekonomi). Karena uangnya lebih besar daripada harganya, maka si anak dapat kembalian dengan mengurangi jumlahnya (ilmu matematika).
Si anak sampai rumah menyerahkan belanjaan dan uang kembalian dengan jujur (ilmu agama).
Gambaran sistem belajar yang saya jelaskan ini bisa dilihat di film The Net 2.0. Setiap gambar atau adegan yang di jeda atau berhenti sebentar, pemainnya menjelaskan siapa dia, darimana ia berasal, kenapa ia dikejar polisi.
Ada lagi Sherlock Holmes yang seri pertama. Pemain utamanya menjelaskan gerakan-gerakan yang AKAN ia lakukan sebelum berkelahi untuk mengalahkan musuh, bukan mengajarkan kekerasan lho.
Kedua adegan di dua film tersebut terjadi di menit-menit awal. Kebetulan? Tidak penting, yang jelas itu hanya analogi sekaligus contoh yang bisa diterapkan oleh sutradara pembuat materi untuk VR.
Perpaduan adegan seperti film dan materi-materi yang dibungkus secara tematik membuat anak belajar tapi seperti bukan belajar.
Emosi yang menyenangkan meningkatkan pemahaman sehingga otak TIDAK JENUH dan hati SENANG.
Menonton film sambil belajar, betapa menyenangkannya saudara-saudari! Mungkin Anda senyum-senyum sendiri kalau membayangkannya.

bsd.city
Cara kedua: aktifkan gerakan dan sosial. Dari penjelasan cara pertama, saya bisa menduga kalau metode belajar ini seolah seperti mematikan peran guru. NO! Peran guru TETAP. Nah, di cara kedua ini saya uraikan kalau anak tetap harus di gerakkan fisiknya, hatinya dan pikirannya.
Saya lanjutkan contoh dari cara pertama. Si anak yang sudah menonton materi tematik disuru untuk MEMPRAKTEKANNYA dengan caranya sendiri, tentunya sesuai dengan kemampuannya.
Artinya, kalau contohnya naik pesawat, ya jangan naik pesawat dulu kalau masih SMA. Percuma juga kan kalau mengonsumsi teknologi canggih tapi tangan, kaki ndak gerak?
Otak juga tidak digunakan untuk mengembangkan ide yang sudah terinspirasi dari film berbasis video VR. Sayang kan?
Seperti contoh belanja tadi, setelah nonton versi virtual, guru bisa menguji siswanya dulu apa yang bisa dipelajari dari adegan-adegan tersebut secara tertulis atau lisan.
Ini sekaligus agar muridnya bisa mengingat, apalagi kalau videonya diulang-ulang, tentunya akan semakin mudah diingat.
Sama seperti anak yang lihat film kemudian tanya ke temannya “eh tadi malam kamu nonton superman?”.
Temannya menjawab “iya, keren ya?” si anak pun bercerita panjang kali lebar sampai ndak sadar kalau ceritanya setengah jam lebih (pengalaman pribadi juga sih ini, karena saya juga pernah SD 🙂
Kalau ada adegan yang membingungkan, baru tanya. Jadi guru TERBANTU untuk menjelaskan dengan adanya VR. Nulis di papan? Tetap kok. Tapi secukupnya saja.
Dengan cara ini, otak anak akan terlatih untuk berpikir luas, dalam artian tidak hanya menghafal saja.
Kalau menghafal yang menempel ya itu-itu saja. yang dihafal juga belum tentu ia pahami. Tapi kalau menjelaskan dengan bahasanya sendiri setelah nonton, itu baru cerdas plus keren.
Ditambah gerakan-gerakan praktek sesuai materinya. Kalau materinya tentang kebersihan, ya berarti si anak harus mempraktekkan untuk membersihkan kelas dan rumah.
Tapi ingat ya bapak ibu guru atau dosen, jangan pernah memaksa atau menarget peserta didik untuk bisa menjelaskan secara sempurna. Kalau si Andi hanya bisa menjelaskan hanya dalam waktu 5 menit, jangan tuntut 15 menit. Kalau anda tuntut lebih, stres bisa-bisa.
Iya saya tahu, Anda pasti berdalih mereka harus ditempa. Betul, tapi harus BERTAHAP. Atau berikan pilihan; kalau bisa 15 menit, nilainya lebih. Kalau cuma lima menit ya standar saja
Bisa juga bebas ujian. Jadi hati dan pikiran mereka tidak terbebani dengan target.
Leave a Reply