
umk.ac.id
Keempat, stasiun guru, namanya memang unik tapi jangan dibayangkan belajar di stasiun ya? Dua guru mengajar di jam yang sama, materi juga sama. Guru wali membagi semua muridnya menjadi dua kelompok.
Jumlah bisa diatur. Yang jelas, ada kelompok yang anaknya sudah cerdas, kelompok satunya masih biasa. Hampir sama caranya dengan sebelumnya. Bedanya tipis, cara ini, guru wali saling bertukar posisi dengan guru mitra.
Namun yakinkan guru mitra tidak perlu khawatir ikut mengajar anak-anak yang kemampuannya belum bagus. Setidaknya guru mitra mencoba dulu sambil berusaha untuk memberi pehamaman
Dengan cara ini diharapkan guru mitra terlatih sedikit demi sedikit, setahap demi setahap agar mulai memahami karakter anak-anak yang cerdas dan yang biasa. Termasuk cara anak merespon penjelasan beserta metodenya.
Jadi ndak perlu nunggu berbulan-bulan untuk bisa ngajari anak yang belum terlalu pintar. Lakukan saja semampunya, lama kelamaan juga akan terbiasa.

www.duniabelajaranak.id
Kelima, kelompok kecil, guru mitra bisa dipilihkan anak mana saja yang perlu dibimbing secara eksklusif. Jumlah maksimal antara lima atau enam.
Biar dia ndak kagok, jangan dipilihkan anak yang bandel. Kasihan nanti dia kualahan. Kelima anak ini kemampuannya menengah ke bawah. Guru mitra bisa mengajarkan dengan caranya sendiri.
Bisa dibilang seperti kursus. Selain itu guru mitra diizinkan untuk membolehkan anak didiknya ini curhat kalau ada masalah.
Selama ini kan anak biasanya curhat ke guru wali saja. Biar pengalaman dan wawasannya nambah sedikit-sedikit, bolehlah guru mitra diberi kepercayaan untuk jadi wadah masalah bagi kelompok kecil ini.

genta.fkip.unja.ac.id
Keenam, presenter. Sering nonton acara informasi selebritis atau berita? Dimana ada dua presenter yang ngomongnya giliran. Di cara keenam ini, suasana kelas bisa hidup kalau guru wali atau mitra punya skenario yang menarik.
Okelah, guru mitra jelas kalah pengalaman. Tapi kalau dia punya nilai plus bisa bercanda, tentu anak-anak akan senang. Guru wali menyampaikan materi mode serius, mitranya memberikan keterangan tambahan diselingi canda.
Ada cara lain. Kedua guru bermain drama sesuai dengan materi. Misal keanekaragam hasil laut Indonesia. Guru wali berdialog dengan mitra, menjelaskan pengertiannya, contohnya, dampak kalau dirusak dan masih banyak poin yang lain.
Namun ini butuh kreativitas. Lagi-lagi, kreativitas bisa membuat anak didik senang belajar dan cepat paham.
Bisa jadi Anda bergumam “hmm bagus juga idenya, tapi kapan waktu membuat skenarionya?”
Saya bisa memahaminya kok bapak, ibu. Tidak mudah memang. Kalau mau, bisa direncanakan dan dibuat pada saat liburan, asal mau saja. Lagipula, dramanya tidak harus sepanjang satu atau dua jam.
Secukupnya saja. Hanya untuk selingan agar anak senang melihat dan mendengarnya. Daripada membuat skenario panjang kali lebar, ya sekalian saja nonton video.
Syukur-syukur kalau ada film yang sesuai.
Penting untuk diingat, guru wali sudah pasti pengalamannya hebat dan ilmunya diatas guru mitra – bisa jadi punya gelar master, doktor bahkan profesor. Namun, tiada gading yang tak retak.
Guru wali juga manusia biasa. Tidak mungkin selalu benar ketika ngajar. Ada kalanya, ketika ia ngajar, metodenya hanya itu-itu saja.
Ketika ada guru mitra malah punya metode yang unik. Kelas menjadi hidup dan semarak, guru wali pun pasti senang. Guru mitra bisa mengisi kekurangan guru wali, pun sebaliknya.
Guru wali juga dilarang keras meremehkan guru mitra. Apalagi membiarkan begitu saja. Ia tetap berhak diperhatikan setiap akan, sedang dan sesudah ngajar.
Wali dan mitra hanya simbol saja. Ilmunya sama, beda pengalaman dan (mungkin) metodenya. Itulah kenapa seorang bos dan pelatih butuh asisten, karena mereka sadar manusia pasti salah.
Apalagi bos, yang tugasnya segudang. Sang asisten bisa membantu mengingatkan, merapikan arsip dan aspek lain.
Bagaimana agar kedua orang ini bisa bekerja dengan baik dan efektif? Ini syarat-syaratnya:

www.rmolsumsel.com
Syarat pertama: saling menghormati. Seperti yang sudah saya singgung di atas, guru wali tidak boleh meremehkan mitranya, mentang-mentang ia sudah pengalaman.
Ia harus menghormati dengan memberi perhatian dan saran. Berpikir terbuka. Bisa saja guru mitra tahu kelemahan salah satu muridnya, kemudian disampaikan ke wali kelasnya.
Wali kelas jangan gengsi menerima. Bila perlu lakukan saran dari mitra kalau memang bermanfaat. Apa salahnya kan, toh gratis kok?
Seandainya wali ndak menerima sarannya, jangan sampai menyinggung perasaan mitra. Katakan saja “sebenernya bisa sih, cuma ndak sekarang” atau “bagus juga sarannya, tapi saya pertimbangkan dulu ya?”
Boleh tidak setuju dengan masukan guru mitra tapi jangan sampai ndak mau nerima guru mitra sebagai asistennya. Terang-terangan nolak.
Ini jelas pelanggaran. Selama ia mau ikut aturan, berarti dia masih layak untuk bekerja dengan wali.
Kecuali kalau melanggar harus diberi sanksi sesuai dengan tata tertib keguruan yang berlaku di sekolah itu.
Beda pendapat itu biasa kok. Justru kadang bisa memperkaya wawasan. Dari lima guru misal, ada yang bilang belajar di kelas itu lebih nyaman.
Ada juga yang mengatakan di luar kelas agar segar. Belajar sambil ngemil, kenapa tidak? Yang paling unik dan asyik, sambil jalan-jalan. Ada berapa ide coba yang terkumpul.
Sedangkan guru mitra juga ndak boleh sungkan, baik menyampaikan ide atau pendapat.
Leave a Reply