
https://disk.mediaindonesia.com
# 4: Matikan gambar anda
Biasanya kalau video call mesti ada gambar Anda (sebagai peserta) di pojok layar. Biar lebih nyaman, hilangkan itu dengan mengutak-atik pengaturannya. Jadi cukup gambar pengajar saja.
# 5: Pakaian
Jangan mentang-mentang ndak hadir di kelas (sebagai peserta), terus pakai kaos. Ya hormatilah pengajar dengan pakaian yang sopan.
# 6: Tatap kamera
Jarak antara kamera dengan layar memang hanya beberapa senti saja, tapi Anda (sebagai peserta) bisa ketahuan kalau melihat layar terus. Lihatlah kamera sesekali untuk menghargai pengajar. Kontak mata lewat kamera penting untuk mencegah agar pengajar tidak tersinggung.
# 7: Jangan banyak gerak
Bukan kaku, tapi kalau banyak gerakan yang Anda lakukan (sebagai peserta) bisa membuat pengajar malas ngajar, karena bisa jadi (lagi-lagi) mengganggap Anda tidak fokus.
# 8 Senyum
Jangan tegang, tetaplah tersenyum. Terlepas pengajar Anda galak atau sabar, senyum adalah salah satu etiket penting dalam PJJ, juga dalam dunia kerja atau komunikasi sehari-hari.

https://marketingland.com
Selanjutnya kita kupas kalau mengirim tugas peserta pakai e-mail:
# 1: Subyek jelas
Buat subyek yang baik dan sesuai dengan pelajaran yang sedang diikuti, seperti “English Writing” atau “Pemrograman Java untuk Pemula.” Jangan hanya “Tugas,” ambigu bisa membingungkan pengajar untuk memilah mana tugas yang ia ajarkan dan mana pelajaran lain yang ia ajarkan juga.
Bisa jadi ia mengajar 2 subyek. Misal: Ilmu Komputer dan Ilmu Komunikasi, atau 1 subyek dengan 2 materi tugas yang berbeda, misal Ilmu Komputer: Jaringan dan Pemrograman.
# 2: Nama email
Yang namanya anak muda biasanya suka pakai nama email yang unik-unik, seperti cowokcool@xxxx.com. Hati-hati, hindari itu, haram digunakan. Buat dan gunakan nama email yang baik sesuai dengan nama Anda.
# 3: Teliti lagi
Jangan buru-buru mengirim kalau Anda merasa belum yakin. Periksa hasil kerja Anda sebelum melampirkannya ke editor email dan mengirimkannya ke alamat e-mail pengajar.
Salah satu huruf atau kurang tanda seperti underscore ( _ ) saja, email tidak akan terkirim. Ya begitulah e-mail, sensitif memang.
# 4: Tanda baca
Ini berlaku pada dokumen tugas dan pengantar di editor e-mail Anda. Kekeliruan tanda baca bisa menyebabkan salah paham dan ketidaknyamanan emosi pengajar.
Misal: “Pak, tugas sudah saya kerjakan dimohon untuk mengecek terima kasih” Lagipula, kalau misalnya tidak ada koma, mata pengajar bisa ngos-ngosan membacanya, Anda juga akan dicap tidak sopan.
# 5: Jangan bercanda
Meski pengajar Anda humoris, tapi tetap Anda harus berhati-hati dalam mengetik pengantar. Jangan masukkan kata-kata lucu, kecuali Anda langsung bertemu dengannya.
# 6: Bahasa yang baik
Bahasa Indonesia dengan EYD wajib digunakan kalau Anda diminta untuk memberikan pengantar dalam editor email. Selain lebih sopan, juga tidak menimbulkan perbedaan makna, karena kalau pakai bahasa daerah bisa salah paham. Bahasa di Jawa Timur dan Jawa Barat saja bisa berbeda.
# 7: Segera balas
Ketika pengajar membalas email Anda, segeralah untuk membalas juga. apalagi sekarang setiap smartphone sudah dilengkapi dengan fitur “push email” dimana pengguna bisa tahu ketika ada e-mail yang masuk tanpa harus membuka login di laptop/web.
Atau pemberitahuan lewat aplikasi pesan instan. Apapun isi pemberitahuan atau balasan dari pengajar, selalulah untuk membalas, minimal “baik, terima kasih.”

https://www.citra.net.id
Dan selanjutnya, telpon. Telpon dengan pengajar sudah pasti beda cara dan bahasa. Jadi jangan bertingkah memperlakukannya seperti teman atau saudara.
#1: Sebutkan nama
Ini dilakukan ketika pertama kali Anda mengenal dan menelpon. Sapalah dengan baik dengan ucapan “Selamat pagi bapak, saya Rudi, ingin menanyakan apakah tugas saya sudah diterima.”
#2: Lihat jam
Pengajar tugasnya banyak dan pastinya super sibuk. Maka dari itu berhati-hatilah jika akan menelpon. Sangat bagus kalau Anda tanyakan padanya kapan waktu luang, dan jangan sampai lupa untuk mengingat jamnya. Bila perlu tulis dan tempel di meja.
#3: Atur suara
Menelepon dengan suara keras menandakan Anda seperti kurang ajar, padahal belum tentu. Ini bisa jadi karena gangguan sinyal. Tapi meski ada gangguan, tetap jangan berteriak. Katakan saja “maaf pak, suara Anda putus-putus” atau “maaf pak, bisa Anda ulangi? suara Anda kurang jelas/terdengar”
#4: Lihat situasi
Seumpama pengajar Anda menelepon, tapi Anda sedang di tengah keramaian atau di pinggir, angkat tapi lagi-lagi tetap dengan nada biasa sambil berkata “maaf pak, saya sedang di jalan”
#5: Hindari pengeras di HP
Jangan sekali-kali menggunakan fitur pengeras suara (loudspeaker) di saat Anda menelepon atau ditelepon pengajar, kecuali Anda sendirian di rumah atau di kamar.
#6: Hindari mailbox dan menonaktifkan HP
Usahakan untuk selalu mengaktifkan HP dan jangan mengaktifkan fitur mailbox atau pesan suara.
Peserta PJJ kebanyakan para profesional alias yang sudah bekerja. Diantara mereka terbagi beberapa kelompok. Pertama, karyawan yang masih ingin belajar tanpa meninggalkan pekerjaannya.
Kedua, karyawan yang diminta atasannya untuk sekolah lagi dengan biaya dari perusahaan, dengan harapan karyawan akan mendapat ilmu dan keterampilan baru untuk memajukan perusahaan.
Ketiga, mereka ingin keseimbangan antara belajar di rumah dan menikmati kebersamaan dengan keluarga.
Seperti yang sudah diulas sebelumnya, dengan PJJ, kita bisa mengatur waktu kita sendiri, jam mulai terserah kita, dan kita juga bisa mengakhiri pembelajaran tanpa harus merasa sungkan pada pengajar, asalkan pengajarnya sudah merekam dirinya sendiri, bukan model mengajar langsung (real time)
Keempat, adanya peluang untuk memangkas jarak dan waktu. Daripada datang ke kampus, apalagi jauh, lebih baik buka laptop dan nyalakan webnya sambil minum secangkir kopi.
Kesimpulannya, PJJ memang nikmat karena bisa belajar sambil makan, leyeh-leyeh, sambil ngobrol dengan teman atau keluarga (kalau yang Anda hadapi video rekaman, karena pengajarnya ndak mungkin marah).
Tapi PJJ juga punya tantangan, seperti yang sudah dibahas di atas, entah itu biaya, kedisiplinan dan lainnya.
PJJ bisa dikatakan alternatif bagi mereka yang menginginkan pembelajaran seumur hidup sebagai pendidikan informal. Jadi meski sudah tua sekalipun, mereka masih bisa memanfaatkan program ini.
Yang terpenting sekarang bukan hanya tantangannya saja, tapi bagaimana peserta bisa memahami apa yang mereka pelajari.
Leave a Reply