
https://motivatorpendidikan.com
Bisakah dua guru bekerjasama dalam satu pelajaran?
Pengalaman baik dan buruk pasti dialami semua guru. Belum dengar ceritanya kalau ada guru yang selalu bahagia setiap mengajar.
Mengajar sama halnya dengan bermain sepak bola, dimana ada pelatih dan asistennya, pemain dan tim medis. Masing-masing mempunyai peran yang berbeda.
Kalau mereka bisa bekerjasama, tentu kemenangan bisa diraih.
Kolaborasi mengajar yang baik memadukan beberapa kemampuan dalam satu upaya, sehingga setiap guru bisa mencapai target.
Karena tanpa kolaborasi, pengajar akan sulit untuk meraih hasil terbaik.
Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah gaya mengajar yang cocok dengan anak didik.
Kelebihannya, sesama pengajar bisa saling bertukar ide dan berpendapat tentang mengajar sehingga peserta didik dapat memahami pelajaran dengan baik.
Dengan begitu, tugas pengajar (wali kelas atau non-wali kelas) untuk memberi materi, PR dan ujian menjadi lebih mudah, karena sudah berdiskusi (berkolaborasi) dengan guru wali kelasnya untuk mengetahui kondisi tiap anak didiknya.
Misal, Pak Ahmad wali kelas 1, Pak Andi wali kelas 5. Pak Andi berkolaborasi dengan Pak Ahmad, bagaimana memberi materi pada anak kelas 1.
Pak Ahmad menjelaskan kalau mengajar anak kelas 1 temponya harus pelan, jangan memberi terlalu banyak PR karena bisa jenuh, dan tidak boleh keras alias harus sabar.
Kalau Pak Andi mengikuti semua sarannya Pak Ahmad, tentu ia akan mengajar dengan lancar. kalau pun ada yang ngeluh ya gak banyak.
Kekurangannya, kadang ada beberapa guru yang akhirnya “terkotak” tanpa sadar karena keseringan berdiskusi dengan guru itu-itu saja.
Ya memang sih bagus, tapi seorang guru yang menganut madzhab sosialis tentu akan berdiskusi dan bergaul dengan semua guru.
Selain itu, guru yang masih baru juga biasanya merasa canggung dan malu, sehingga guru senior perlu mengajak kolaborasi pada awal-awal guru baru mengajar.
Apalagi (yang repot) kalau guru senior ada yang kurang sabar untuk melatih guru baru, karena bisa jadi ia (guru senior) merasa sudah ahli tapi ndak telaten.
Ia ingin guru baru itu cepat bisa hanya dengan sekali dua kali dilatih.
Pengajaran kolaboratif macamnya ada tiga untuk pengajaran yang lebih baik; tim pengajaran tradisional, pembelajaran terhubung untuk belajar kelompok, dan pasangan terhubung pertemuan belajar dalam satu pertemuan.

sdmuhpkboyolali.sch.id
Poin pertama, tim pengajaran tradisional. Ada dua bahkan lebih dari dua pengajar dalam satu pertemuan.
Jadi selama mengajar, guru-guru bisa bergantian berbicara layaknya pembawa acara.
Beberapa tim pengajaran seperti tim “label.” Maksudnya, satu pelajaran, satu materi hanya diajarkan oleh satu pengajar saja.
Satu saja yang menonjol. Model mengajar yang satu ini punya kelebihan sekaligus kekurangan yang juga menjadi tantangan.
Manfaatnya, tiap guru punya kesempatan dan waktu cukup banyak untuk mengetahui kondisi belajar tiap muridnya.
Anggap saja ada 20 anak. Satu guru mengawasi 10 anak. Selain efisien waktu, materi bisa lebih banyak dilahap oleh anak.
Lagi, perbedaan ilmu dari pengajar bisa membuat anak kaya akan ilmu dan wawasan.
Misalnya saja, guru Matematika atau IPA menjelaskan materi dengan bahasa Inggris, sedangkan guru bahasa Inggris yang mengartikan, bila perlu digabung dengan tata bahasanya.
Keuntungan tipe mengajar ini bisa lebih memahami karakter setiap anak, karena sistem ngajarnya tim.
Selain itu, kalau beberapa gurunya punya lebih dari satu ilmu, maka pembelajaran akan lebih efisien.
Kalau biasanya IPA dan Bahasa Inggris dipisah, dalam artian IPA 2 jam dan juga bahasa Inggris, waktunya terlalu lama.
Tapi kalau diringkas menjadi satu pertemuan, otomatis total waktu selama empat jam bisa dirampingkan jadi dua jam saja. Caranya bagaimana? Cukup kreatifitas saja!
Contoh; how battery works? The answer is …. (gunakan teori IPA SETELAH anak tahu artinya)
Yang lebih KEREN, 3 pelajaran digabung, woow!
Contoh; how battery works? The answer is/battery can works because … (teori IPA), kemudian how long we fill battery from 10% – full (100%)? (teori Matematika).
Bisa dibilang seperti tematik. Dalam hal ini, saya mencontohkan tentang baterai.
Jadi, baterai yang materi aslinya IPA, digabung dengan bahasa Inggris (agar siap bersaing dengan dunia internasional kalau sudah jadi sarjana) dihubungkan dengan Matematika (tentunya agar pintar berhitung).
LEBIH POWERFUL lagi kalau pakai video animasi. Yakinlah, anak-anak tambah suka, bisa-bisa belajar enam jam ndak akan terasa.
Kekurangan sekaligus tantangannya, jika tim tidak bekerjasama dengan baik, materi yang disampaikan bisa ndak nyambung.
Guru pertama menyampaikan “how battery work,” tapi guru kedua tanya “how rice can be eaten?” ampun dah…
Jadi, bagaimana setiap guru mempersiapkan materi sebaik dan serinci mungkin.
Bila perlu, pikirkan jawaban dari kemungkinan pertanyaan yang diajukan si anak. Contoh; anak kira-kira akan bertanya “how if our battery explode when charged?”
Tantangan lain adalah menyesuaikan waktu. Kalau satu guru punya target 45 menit, biasanya sering kebablasan sampai 50an menit.
Akhirnya waktu guru kedua terkorbankan 10 menitan. Kalau dia sabar sih gak masalah, lha kalau tersinggungan? Tanggung sendiri ya 🙂
Kemudian menentukan kredit (semacam durasi belajar yang digunakan di kampus).
Satu kredit misal 45 menit untuk satu jam pelajaran. Nah, bagaimana setiap guru bisa mendapat jatah kredit yang pas, tidak kelebihan tapi juga tidak kekurangan.
Kalau pelajarannya sangat penting, bisa sampai tiga kredit dalam satu pertemuan.
Leave a Reply