
https://www.seguetech.com
Sesepele apapun yang Anda lakukan, ada cara atau ilmunya. Apa misalnya?
Kalau Anda ingin membuat sistem pembelajaran dengan e-learning, harus tahu caranya dulu. Pelajari di tulisan ini yang terinspirasi dari ahlinya.
e-learning sangatlah menarik dan menyenangkan. e-learning bukan sekedar membuat materi yang bagus saja. Lebih dari itu, perlu tahu model pembelajaran peserta didik serta kebutuhan-kebutuhannya.
Kan tidak mungkin juga kalau ada ABK diajari dengan e-learning, atau anak yang mayoritas lebih suka belajar dengan model cerita dan buku.
Tapi sebelum memulai, ada baiknya Anda menjawab beberapa pertanyaan berikut ini; berapa usia para pengguna? Nyamankah mereka dengan penerapan e-learning?
Mungkinkah mereka cepat mengerti dengan isi materi yang Anda buat? Mampukah Anda menggunakan metode mengajar yang berbeda dengannya?
Sekarang, Anda sudah punya bahan pengajaran yang berbasis e-learning dengan isi yang ciamik karena dibuat oleh sang ahli, ruang kelas bagus setara hotel bintang 5, spesifikasi komputernya mantap.
Namun sayang, peserta didik tidak mau memakainya. Lho kenapa?
Meskipun isi materinya bagus, desainnya indah, gambarnya manis, pelajarannya sesuai dengan kelasnya, tapi kalau murid tidak tahu cara memakainya, ya buat apa?
Sia-sia waktu dan biaya akhirnya. Nah, agar tidak percuma dalam menerapkan teknologi ini, perlu adanya User-Centered Design (UCD).
UCD adalah proses atau pendekatan untuk membuat alat, tapi bukan berupa perangkat keras. Hasilnya seperti tampilan antar muka website. Tujuannya agar aplikasi mudah digunakan (user friendly).
Gampang dioperasikan adalah hal yang paling utama kalau aplikasi ingin laris dipakai banyak orang.
Jika Anda menggunakan smartphone, di dalamnya banyak gambar aplikasi seperti SMS, Telepon, WhatsApp, BBM, Line dan yang lain.
Saya yakin, Anda tidak perlu membuka buku petunjuk cara menggunakan smartphone, karena ndak akan ketemu bagaimana menggunakan aplikasi-aplikasi tersebut.

http://www.beyond99.com
Yang ada hanya bagaimana memasang kelengkapan dan mengoperasikannya. Sedangkan untuk aplikasi, kebanyakan orang langsung utak-atik saja, karena caranya mudah sekali.
Mau SMS, tinggal tekan gambar amplop, dilanjutkan dengan menekan salah satu daftar SMS untuk menampilkan SMS. Tapi bandingkan ketika Anda mau menggunakan mobil.
Anda pasti bingung kalau belum tanya; apa fungsinya persneling, kopling, tombol bergambar segitiga, apa itu radiator.
Selain mudah digunakan, program juga haruslah menarik dari segi tampilan. Yang namanya manusia kan perlu menikmati seni juga, bukan cuma fungsi.
Jika Anda tahu beberapa program antivirus buatan orang-orang Eropa seperti Kaspersky dan Norton, tampilannya begitu keren. Tombolnya pun mudah dimengerti dan dioperasikan.
Aplikasi atau program e-learning yang sulit digunakan, apalagi tampilannya kurang wah, bisa bikin anak malas belajar, gurunya juga bingung mengajarnya bagaimana.
Dalam dunia internet, desain dan kemudahan penggunaan adalah dua kunci yang harus “dimainkan.”
Kalau kemudahan saja sebetulnya sudah cukup, tapi akan LEBIH BAIK lagi jika ditemani dengan desain yang ciamik.
Caranya bagaimana membuat web atau aplikasi yang bagus? Yap, jawabannya mudah ditebak, siapa lagi kalau bukan The Master of Search Engine; Google.
Anda bisa mencari beragam materi terkait pembuatan website. Mulai dari desain, fungsi, siapa saja pengguna yang cocok untuk mengaksesnya.
Kembali ke UCD. Pendekatan ini disebut “desain terpusat manusia.”
Maksudnya, ia tidak hanya bisa digunakan oleh orang-orang yang melek IT, tapi semua kalangan bisa memakainya.
Kalaupun perlu belajar tidak perlu lama-lama. Seperti misalnya orang yang usianya sudah kepala 5.
International Organization for Standarization (ISO) menafsirkan UCD sebagai pendekatan yang mengerti penggunanya.
Sistem ini dirancang serta dikembangkan sedemikian bagus, terstruktur dan rapi agar sistem pembelajaran lebih dapat dipahami.
Memfokuskan pada faktor manusia (siapa penggunanya, berapa usianya), biaya (variasi biaya mulai dari yang paling murah hingga mahal), kualitas isi (sederhana atau mewah).
Tidak neko-neko, tidak ribet, dan tidak buang-buang waktu dan uang dengan percuma. Bagi ISO, UCD bisa melibatkan para penggunanya untuk memberi masukan pada website yang digunakan untuk e-learning.
Contoh, beberapa website seperti XL dan hipwee pernah mengadakan kuesioner untuk mengetahui seberapa peduli dan perhatian penggunanya.
Dalam kuesioner tersebut, ada nama, usia, kota, latar belakang pendidikan, dan masukan dari pengguna.
Tujuannya agar pemilik website bisa menyajikan konten yang lebih baik demi kenyamanan akses pengguna dan kelengkapan informasi perusahaan.
Salah satu ciri website yang baik adalah yang seperti itu. Dengan begitu, pemilik website bisa selalu memberikan yang terbaik bagi setiap pengguna.
Sistem kerja dari website khususnya e-learning, yang mudah digunakan akan membuat anak-anak tidak hanya semangat belajar, tapi juga cepat mengerti.
Pengajar juga akan lebih mudah memberikan penjelasan dan penilaian karena tidak perlu banyak membuat kertas dan nilainya LANGSUNG diolah dan ditampilkan hanya dalam hitungan DETIK saja!
Efisien waktu, pikiran dan tenaga kan?
Melibatkan pengguna untuk mengisi kuesioner bisa membantu pemilik website agar semakin mudah diakses, semakin banyak pula informasi yang disajikan.
Hal ini bisa membuat produk tersebut semakin berkualitas.
Contoh, ketika anak didik merasa materi yang dijelaskan masih kurang bagus, ia tinggal masuk ke menu Saran atau Survey.
Kemudian mengisi form dengan meng-klik beberapa pilihan; materi kurang bagus, materi kurang banyak, materi terlalu sulit, materi terlalu mudah.
Berdasarkan pengalaman dari salah seorang ahli website di Amerika, kliennya mengaku banyak yang puas dengan produk website buatannya.
Kenapa? Karena perpaduan desain yang indah dan kemudahan akses untuk pengguna pelajar dan mahasiswa, termasuk pengajarnya.
Ia sangat fokus terhadap dua hal itu. Bisa-bisa, satu menu dikerjakan satu orang, saking totalnya bekerja!
Mendesain untuk kebutuhan konsumen bukanlah pemikiran baru. Ia sudah ada sejak lama.
Leave a Reply