
https://medium.com
https://medium.com
Apa saja yang harus dilakoni sebelum membuat wadah belajar bernama e-learning berdasarkan UCD?
Mari saya ajak Anda untuk berpikir sejarah program komputer.
Pertama kali program dibuat, diperlukan kecerdasan programmer (orang yang membuat program) untuk membuatnya, yaitu dengan mengetik kode pemrograman baris per baris.
Jumlah barisnya tidak bisa ditentukan, yang jelas kalau programnya bagus, barisannya juga banyak, bisa ribuan sampai ratusan ribu.
Pengguna kan belum bisa menggunakan program kalau belum jadi. Yang repot dan bikin jengkel, salah tanda baca atau satu kata saja, program belum jadi 100%, atau mengalami kerusakan lain.
Sekian tahun kemudian, tepatnya tahun 70an, sebuah perusahaan yang menjadi cikal bakal komputer dengan isi logo-logo menarik muncul; Apple.
Perusaahan ini menciptakan Macintosh, sistem operasi seperti Windows, yang saat ini diklaim kalau produk-produknya sangat keren dan cocok digunakan oleh desainer, fotografer, video editor dan penggubah musik.
Dari produk Apple lah, pengguna mulai bisa menikmati beragam program dengan mudah, entah itu mengetik, menggambar, menonton film, mendengar musik dan masih banyak lagi.
Kemudahan yang dirasakan yaitu dengan adanya ikon (gambar-gambar kecil). Kalau mengetik gambarnya kertas, kalau menggambar logonya kertas dengan kuas.
Bayangkan kalau tulisan saja, tidak ada logonya sama sekali. mengetik nama programnya “Word” tanpa logo kertas. Bingung kan?
Ya memang sih, Anda masih bisa meraba-raba, mengutak-atik berbagai fitur di dalamnya, tapi kan kurang enak?
Lagian juga bikin lama soalnya harus nge-klik satu satu bagi yang ndak tau bahasa Inggris. Bahasa kerennya kurang interaktif.
Selain itu, ada folder dengan gambar kotak kuning yang berfungsi untuk menyimpan data-data ngetik, gambar, musik maupun lagu sesuai nama pengelompokannya.
Cara memilih programnya dengan alat yang digerakkan bernama mouse, artinya memang tikus karena modelnya persis tikus.
Kemudahan yang diberikan Apple, sekali lagi, pengguna (end user) tidak usah mengetik kode sampai bikin pusing.
Cukup klak-klik saja, program akan terbuka sesuai perintah majikan, tanpa diprotes oleh komputer. Itulah sebuah seni ke-interaktifan.
https://www.projectcoachonline.com
Sebelum memulai membuat materi e-learning dengan pendekatan UCD, desainer haruslah membuat peta konsep dulu, agar produk buatannya tidak sia-sia dipakai.
Produk berupa materi presentasi atau website haruslah disesuaikan dengan jenjang peserta didik; apakah SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi.
Fungsinya agar mudah dipakai; apakah kebanyakan tombol atau sedikit saja, satu tombol bisa untuk satu atau banyak fungsi
Kemudian adakah tombol alternatif untuk memudahkan pengguna.
Contohnya, seperti kalau pengguna sudah sampai halaman paling bawah, ia tidak perlu menge-klik tombol scroll bar.
Terus bagaimana? Cukup klik “kembali ke atas” atau “back on top” yang letaknya biasanya di tengah bawah halaman atau pojok kanan bawah.
Setelah konsep dibuat, selanjutnya merangkai materi yang cocok sesuai kebutuhan peserta didik dan pengajarnya.
Materi harus lengkap dan serinci mungkin, dengan gabungan teks dan gambar. Segitunya? Lho ya, biar yang belajar senang.
Akan lebih bagus lagi jika disertakan contoh kasus namun dengan bahasa sederhana.
Misal, kenapa banyak orang melanggar peraturan lalu-lintas dan bagaimana menyadarkan mereka? (ini bisa untuk PPKn).
Ilustrasinya bisa dengan gambar atau video. Kemudian kenapa terjadi banjir dan bagaimana cara mengatasinya? (untuk IPA).
Setiap halaman presentasi berupa Power Point perlu diujikan dulu pada pengguna, begitu juga kalau berupa website. Power Point dan website adalah wadahnya materi e-learning.
Proses selama mendesain ada empat langkah:
Pertama, target pengguna; siapa yang akan memakainya, alasannya kenapa, kondisinya cocok atau tidak (kalau ada LCD ok, kalau tidak ada ya tidak bisa).
Kedua, rincikan tujuan; tujuan apa yang ingin dicapai pengguna (hanya kesenangan belajar, hanya ingin nilai bagus tapi belum tentu faham isinya, atau senang belajar, faham isinya sehingga secara otomatis nilainya bagus).
Ketiga, membuat desain; inilah bagian yang paling mencolok untuk menarik perhatian pembelajar, desain dibuat semenarik mungkin.
Keempat, tes desain; uji desain pada pengguna, perhatikan bagaimana responnya dan bagaimana hasilnya. Kalau belum sesuai dengan poin kedua, berarti Anda (pembuat konsep) harus memperbaikinya.
Kelima, basis materi; ada beberapa jenis materi yang bisa dijelaskan. Pertama, materi murni tanpa tugas. Kedua, materi yang mengkhususkan untuk memecahkan masalah kehidupan sehari, dengan atau tanpa tugas.
Keenam, sumber belajar; carilah buku dan referensi tambahan yang cocok dengan peserta didik Anda.
Jangan memaksakan untuk mengajarkan anak kelas 6 SD dengan materi SMP. Berusahalah juga untuk fokus pada materi. Boleh sedikit menyimpang tapi jangan banyak-banyak.
Misal Anda menjelaskan tentang gempa. Tiba-tiba Anda teringat kejadian gempa di suatu tempat.
Anda keterusan cerita sampai akhirnya tidak sadar kalau materinya kelewatan. Rugi setengah jam bisa-bisa.
Ketujuh, mode mengajar; Anda bisa memilih untuk fokus mengajar saja tanpa melibatkan keaktifan anak (pasif).
Bisa juga mengajar sambil membuat mereka sering mengangkat tangan untuk menjawab dan berkomentar.
Dalam e-learning, keduanya bisa digunakan namun pengajar juga harus sering mengawasi murid-muridnya agar tidak membuka aplikasi selain e-learning.
Kedelapan, tetapkan satu model; kalau menggunakan PowerPoint, sebisa mungkin jangan kebanyakan beda model, biar lebih enak dicerna isinya.
Misal, slide 1 sampai 10 beda semua. Itu kadang bisa mempengaruhi otak anak untuk memahami materinya dengan maksimal. Tapi ada juga yang bisa.
Kesembilan, sederhana tapi powerful; warna jangan yang mencolok, begitu juga dengan halaman di tiap slide. Huruf tidak terlalu banyak, kecil dan besar.
Secukupnya saja. Namanya saja PowerPoint, poinnya saja yang ditunjukkan. Sederhana tapi tetap terkesan indah.
Selamat mencoba. Semoga sukses menciptakan media belajar yang keren dan bermanfaat! 🙂
Leave a Reply