
https://edukasi.kompas.com
Berdasarkan pemerintah pendidikan dari Amerika (hanya untuk inspirasi, bukan membanding-bandingkan), ada beberapa solusi untuk menjawab tantangan bagaimana agar anak usia dini dapat membaca, menulis dan berbicara.
Prinsip keempat, anak kaya ilmu dari pengalamannya membaca berbagai buku.
Buku adalah jendela dunia. Anak yang rajin membaca bukan hanya membuatnya pintar, tapi tahu tentang hal-hal baru.
Buku pelajaran memang sangat penting, tapi ketika anak mau membaca majalah yang memberikan manfaat, pengetahuannya bisa semakin banyak. Misal, bagi anak perempuan yang suka masak, ia membaca majalah tentang kuliner.
Bagi laki-laki yang gemar komputer, ia akan selalu rajin langganan majalah komputer agar tahu perkembangan dunia teknologi. Itu semua berawal dari melek huruf dulu dengan bimbingan orang tua dan guru.
Tanda yang sesuai:
Pertama, anak yang cepat bisa bicara sehingga hafal banyak kata bermula dari pengalamannya dalam banyak membaca.
Kedua, bergaul dengan teman-teman untuk saling berbagi tentang buku bacaan ikut membantu anak melek huruf dengan baik dan cepat. (Kebanyakan) anak kalau sudah ketemu teman pasti semangat. Selain buku, teman juga mempengaruhi jiwa anak. Kalau temannya rajin, bisa ikut-ikutan rajin. Kalau malas, bisanya ya cuma main, nonton TV sama tidur.
Tanda-tanda yang terkait melek huruf dari hasil penelitian ini memang cukup banyak, masih ada pertanyaan yang perlu dijawab. Anak kalau ingin jadi pembaca sekaligus penulis yang aktif, tekun dan sukses itu bagaimana caranya.

https://www.kompas.com
Kesulitan membaca dan menulis jelas mereka alami, itulah tantangan orang tua dan guru. Jawaban sekaligus solusi dari pemerintah Amerika yang diharapkan bisa jadi inspirasi kita ada lima:
Solusi pertama, standar belajar.
Belajar tidak asal-asalan. Perlu dibuat standar yang baik, terstruktur agar jelas fungsi dan tujuannya. Seperti ketika kita akan keluar rumah untuk mengunjungi beberapa tempat.
Tentu kita akan berpikir mau kemana saja, mana dulu. Kendaraan harus sesuai standar. Begitu pula pendidikan khususnya dalam pembentukan program melek huruf. Isi kurikulum harus tepat sasaran.
Untuk siapa program ini diajarkan, bagaimana prosesnya, berapa lama setiap anak belajar untuk melek huruf, siapa saja yang harus terlibat, apa saja medianya.
Indikasi berhasil atau tidak akan terlihat jika pertanyaan tersebut jawabannya sesuai standar. Jika masih menyimpang, berarti perlu evaluasi lagi, apa saja yang harus dibenahi dan bagaiamana caranya.
Tiga alasan prinsip yang perlu diketahui agar standar dapat bekembang dan berguna dengan baik; menciptakan isi kurikulum yang jelas, meningkatkan optimisme demi prestasi anak, dan membuat pendidikan lebih transparan.
Upaya yang dilakukan pemerintah untuk membuat standar itu berupa pembentukan National Association for the Education of Young Children (NAEYC).
Standar ini berisi panduan tentang bagaimana anak belajar, kegiatan apa yang sesuai dengan program melek huruf, jadwal sehari-hari, dan materi yang cocok.
Berbicara dan melek huruf itu “bersaudara,” karenanya pihak National Center on Education and the Economic membuat standar yang sangat rinci untuk sekolah anak usia dini.
Setiap topik dalam standar diatur agar sesuai dengan kehidupan nyata, berdasarkan budaya dan logat-logatnya negara bagian (di Amerika sebutannya negara bagian, bukan pulau), jadi setelah dipelajari langsung dipraktikkan.
Solusi kedua, fokus pada kurikulum.
Semua pendidik dan pembuat kebijakan setuju kalau melek huruf harus dimulai dari usia dini, namun masih ada sedikit yang kurang setuju dengan penyelesaian akhirnya. Niatnya sih mau mengajari, tapi caranya kurang bagus. Misalnya, anak ditekan harus belajar berjam-jam sampai bisa.
Kalau seperti itu, yang mengajar (entah orang tua atau guru) sama saja dengan “menyiksa” halus, karena tidak memikirkan psikologinya anak.
Praktik yang Terbukti dan Kurikulumnya.
Bicara soal melek huruf, setiap negara bagian punya harapan untuk menekankan bukti yang berdasarkan praktik guna mengadopsi dan mengevaluasi keefektifan kurikulum. Buktinya harus berdasarkan penelitian mendalam, tidak asal ambil.
Kuncinya yaitu pertama; perkembangan bicara, yang terdiri dari kosakata dan mendengarkan, kedua; pemahaman huruf alfabet, terdiri atas hafalan dan pengucapan, dan ketiga; pengetahuan buku pelajaran dan penggunaannya.
Bicara. Bicara “berjalan” bersama dengan perkembangan pemahaman huruf. Mendengarkan, perkembangan kosakata termasuk didalamnya.
Anak bisa mengalami perkembangan yang bagus dengan sering ngobrol dengan orang tuanya setiap hari setiap saat. Huruf demi huruf, kata demi kata akan dihafal dengan sendirinya ketika mereka ngobrol. Nantinya, orang tua sambil menjelaskan apa yang dibicarakan.
Contoh, “matikan TVnya,” setelah berulang kali diucapkan sambil dipraktikkan oleh orang tua, anak lama-lama akan mengikuti. Mungkin kadang mereka ndak mau langsung mematikan. Biasa lah, namanya juga anak, perlu proses untuk menurut sesuai perintah.
Sebetulnya anak yang mendengarkan orang tuanya bicara saja sudah bisa menirukan, tapi kan belum tahu apa saja hurufnya.
Ketika orang tua bilang “makan,” terus ia tanya ke anaknya, “hurufnya apa aja nak?” anak jelas ndak tahu, kan belum diajari.
Alfabet. Bahasa terbangun atas huruf-huruf. Artinya, apa yang ditulis sesuai dengan ucapannya. Yang diucapkan sama persis dengan aslinya.
Kalau huruf yang ditulis “A,” membacanya juga A. Hanya orang aneh saja yang membaca C. Kalau yang diucapkan B, aslinya (di buku-buku atau poster tentang belajar huruf) juga B.
Anak yang sudah bisa mengeja berarti ia sudah menguasai semua huruf beserta bunyi membacanya. Ia juga belajar bahwa semua huruf tidaklah sama, begitu pula bunyinya.
Sebutannya “kesadaran atau pemahaman bunyi.” Mereka kemudian mengembangkannya dengan kata-kata, terjadilah pembicaraan, baik dengan dirinya sendiri atau dengan orang sekitarnya.
Leave a Reply