
www.ibupedia.com
Banyak sekali yang bisa dipantau setelah anak dilatih terkait penguasaan huruf dan menulis. Apa saja?
Tanda-tanda perkembangan dan buktinya:
Pertama, anak yang diajari mengenal huruf dan mengucapkan kosakata benda yang berbeda setiap hari akan membuat anak cepat bisa bicara daripada orang tua yang hanya menyuruh anaknya sekolah saja. Peran orang tua juga sebagai guru di rumah. Kalau guru saja yang diandalkan, anak lambat untuk bisa bicara.
Kedua, ajarkan kosakata dengan sistem pengelompokan. Hari ini hanya tentang benda-benda dalam rumah, besok yang ada di sekolah, lusa di tempat umum.
Dengan begitu, anak bisa mendapat beragam nama dan kata-kata yang kemudian dirangkai menjadi kalimat.
Ketiga, kata dan bacaan adalah dua hal yang sepaket. Mustahil untuk dipisah. Dengan hafal huruf dan kata, kemudian dibimbing guru dan orang tua tentang apa itu “kursi, meja, saya mau makan,” mereka otomatis akan bisa memahami isi buku dan mengucapkannya sesering mungkin.
Seiring berjalannya waktu, anak yang sudah hafal dan paham huruf beserta kata-kata, nantinya akan mudah mengucapkan dan kapan waktunya digunakan untuk bicara. Hafal dan paham lain.
Ketika mau makan, ia paham akan mengucapkan “saya mau makan,” atau paling pendek “makan,” karena ia sudah berulangkali mendengar orang tuanya mengatakan itu sambil membawa piring. Bukan “saya mau mandi.”
Prinsip kedua, pengalaman sekitar yang sangat mempengaruhi
Teks bacaan ada karena kata-kata dan kalimat. Keduanya memiliki makna, bukan sekedar huruf.
Apa yang mereka baca bisa mempengaruhi psikologinya. Pernah melihat anak yang senyum-senyum sendiri gara-gara membaca majalah, novel atau komik? Itulah bukti jika anak sudah hafal dan paham kata.
Selain mempengaruhi hati, kata-kata juga bisa mempengaruhi sikap. Anak yang membaca buku agama berisi tata cara shalat, ia akan mencari tahu apa maksudnya. Kalaupun belum tanya, minimal ia membacanya dulu. Nantinya tinggal dipraktikkan.
Tanda yang kelihatan:
Pertama, semua sikap dan perasaan yang dialami oleh orang dewasa berawal dari kata-kata.
Contohnya, anak yang dapat pekerjaan sudah pasti karena belajar selama bertahun-tahun dari buku yang ia baca, dengan modal paling dasar penguasaan huruf.
Kedua, semakin sedikit huruf yang dihafal, kata-kata juga susah dirangkai. Membaca pun jadi terhambat. Ujung-ujungnya, ilmu ndak masuk-masuk ke otak.
Prinsip ketiga, kemampuan membaca dan menulis harus dimulai sejak usia dini, hasilnya dipertahankan sampai kapanpun, seumur hidup

https://ulyadays.com
Belajar adalah kegiatan yang berlangsung setiap hari selama hidup, mulai dari anak usia dini hingga hampir masuk liang lahat. Termasuk membaca dan menulis. Tidak ada ceritanya orang belajar hari ini, seminggu, sebulan atau setahun saja.
Lha kalau sudah lulus kan sudah ndak belajar, Mas? Betul memang, tapi kalau ilmunya tidak dipelajari lagi, ya lupa semua. Anak tidak perlu menunggu sampai usia lima tahun untuk melek huruf.
Apalagi zaman sekarang, tidak sedikit anak usia tiga sampai empat tahun sudah bisa bicara, tegas lagi. Sampai-sampai orang di sekitarnya heran, “minum susu apa tuh?”
Tanda yang mendukung prinsip ini:
Pertama, bahasa memang hal yang paling gampang menyebar dalam keluarga maupun masyarakat. Anak bangun tidur sudah mulai mendengar orang tuanya bicara.
Bahasa juga yang mempengaruhi sikap dan perasaan anak. Orang tua yang perkataannya baik bisa membuat anaknya bertingkah baik. Sebaliknya, kalau jelek, anak pasti buruk moralnya.
Apa yang didengar anak akan langsung direkamnya dan disampaikan kembali pada orang tuanya. Misalnya, ayahnya sedang menelepon dengan bilang “halo,” biasanya anak akan menirukan. Ada juga yang diam saja, tapi meski diam, otaknya langsung merekam.
Begitu pula dengan kata-kata yang lain. Apalagi kalau berulangkali setiap hari. Anak dengan sendirinya hafal dan paham, kapan waktunya mengucapkan “halo/selamat siang/mau belajar” dan seterusnya. Jadi, pengucapan kata tidak asal. Ada waktunya, ada frekuensinya (berapa kali), ada maknanya.
Kalau sedang telpon di pagi hari (waktu), anak mengamati ayahnya mengatakan “halo, selamat pagi.” Ayahnya mengajarkan kalau itu maksudnya (makna) sapaan agar lawan bicaranya senang, karena itu etika kalau bertelepon dengan orang lain, apakah itu pelanggan, bos, ataupun rekan bisnis.
Yang namanya anak kan suka mengulang, jadi ayahnya menjelaskan kalau mengucapkan sapaan cukup satu kali (frekuensi). Itu untuk hal komunikasi.
Sedangkan untuk membaca, semakin sering menghafal huruf dan kata, akan memudahkan mereka untuk belajar sambil membaca.
Dari situ anak akan bisa diprediksi seberapa cepat kemampuannya menyerap huruf dan kata, sehingga bisa cepat memahami kata-kata dalam buku.
Huruf dan kata bisa dengan mudah dihafal dengan seringnya bimbingan, permainan, atau ngobrol langsung dengan orang tua.
Kedua, anak yang terlambat belajar huruf atau sudah belajar tapi kurang maksimal bimbingannya, akan sulit untuk belajar ke depannya.
Misal, pada usia lima tahun seharusnya ia sudah hafal kosakata tentang rumah, sekolah, dan tempat umum, tapi ia baru mempelajarinya di usia enam tahun. Sayang kan? Akhirnya “ketinggalan kereta” dengan teman-temannya. Kasihan akhirnya.
Ketiga, orang tua wajib memberikan perhatian penuh pada anaknya agar cepat melek huruf. Ketika anaknya mengalami kesulitan, ayah dan ibunya harus cepat merespon.
Jangan sampai saking sibuknya sampai ndak ada waktu untuk ngawasi. Waktu berjalan cepat lho?
Bila perlu – malah harus – ajarkan huruf dan kata sambil menyuruhnya praktik.
Contoh, setelah Anda memberitahu “gelas,” minta dia untuk mengejanya pelan-pelan (syukur kalau bisa cepat), tanyakan untuk apa (setelah Anda beritahu tentunya, dia tinggal mengulang), kemudian tunjuk di mana tempat mengambilnya.
Praktik yang saya maksud disini adalah mengambil gelas.
Otaknya merekam, tubuhnya mempraktikkan. Itulah learning by doing (belajar sambil melakukan) yang bikin anak cepat bisa melakukan banyak hal.
Leave a Reply