
https://kumparan.com
Gunakan visualisasi. Nah, ini yang dicari anak-anak. Penting untuk diingat kalau kebanyakan anak lebih suka media belajar bergambar, animasi dan video.
Media tersebut, selain bisa lebih rinci menjelaskan materi, otak dan hati anak memang butuh kesenangan dengan melihat obyek berwarna dengan suara yang membangkitkan semangat dan kecerdasan.
Visualisasi media juga bisa melatih kepekaan anak. Jika Anda punya video tentang anak yang putus sekolah, kemudian bekerja di pelosok desa dengan hasil yang sedikit, mungkin itu bisa membuat mereka menangis sambil Anda mengajarkan teori bersyukur.
Mulai sekarang, cobalah untuk mencari beragam referensi, karya sastra sekaligus media belajar yang cocok bagi peserta didik. Bisa berupa cerpen, novel, tontonan dari TV yang baik, film yang positif. Sesuaikan juga dengan pelajaran dan materinya.
Analisis dulu isinya yang meliputi penokohan, waktu, tempat dan lain-lain (untuk bahasa). Sedangkan Matematika, pahami cara-cara menghitung dari media (video) yang Anda punya. Jelaskan bagian-bagian tertentu dari materi itu.
Selanjutnya, minta anak untuk mengerjakan dengan cara mereka sendiri. Kalau bahasa, suruh mereka menceritakan isi bacaan, cerpen, puisi, novel dengan bahasa sendiri. Untuk pelajaran hitung-hitungan, perintahkan untuk menghitung cepat.
Dan yang terakhir, beri mereka waktu membuat pertanyaan untuk dirinya sendiri; sudah baguskah caraku belajar? Apa hasil belajarku sudah memuaskanku? Apa aku sudah dapat kesempatan untuk mengekspresikan diriku dengan menjawab di depan kelas atau sambil duduk?
Mungkin ada yang berpendapat, cara ini bisa membuat anak-anak belajar seenaknya sendiri, atau malah memberatkan mereka. Tapi kenyataannya tidak seperti itu. Penelitian yang sudah dilakukan oleh sekelompok pengajar di Amerika berhasil membuktikan bahwa belajar dengan model ekspresi diri ini bisa menghasilkan prestasi belajar yang baik.

https://parenting.orami.co.id
Pertemanan Yang Kuat
Sekolah bukan hanya untuk belajar dan kegiatan ekstra saja. Anak wajib untuk mampu bersosialisasi sekaligus peduli dengan teman.
Hal tersebut bisa ditunjukkan dengan saling membantu kalau ada teman yang kesulitan memahami materi, meminjami alat tulis kalau ada yang lupa bawa atau hilang, membawakan buku dari perpustakaan jika yang dipinjam banyak, mengingatkan teman untuk mengerjakan PR (bersama).
Kecuali ujian saja yang jangan dibantu. Sikap-sikap ini bisa membuat anak peka lingkungan agar mereka bisa memberi manfaat untuk orang sekitarnya.
Timbal balik, ini yang harus dilakukan dalam pertemanan atau hubungan dengan orang lain. Prinsipnya “saya bantu kamu, suatu saat saya berharap bantuanmu”. Begitu juga sebaliknya.
Bukan berarti mengajarkan pamrih. Hidup kan pada dasarnya saling membantu? Kalau anak sudah pernah dibantu, ya otomatis lain waktu bantulah anak itu. Entah itu karena inisiatifnya anak, atau memang anak itu butuh bantuan.
Anak yang tidak diajari sikap ini, ia pasti akan dikucilkan dari teman-temannya. Bisa-bisa orang dewasa pun malas bergaul dengannya.
Bagaimana sikap ini diaplikasikan di kelas? Ketika Anda memberi PR, ada hubungan yang tidak seimbang. Murid merasa PRnya tidak “ngefek” dengan pekerjaan atau kecerdasan gurunya.
Artinya, guru tetaplah guru dengan ilmu yang tetap tersimpan di otaknya. Dan guru mungkin juga tidak ingin mengenal setiap muridnya dengan akrab. Semua muridnya juga mengerjakan PR dengan soal yang sama.
Nah, bandingkan dengan seperti ini. Tiap siswa punya tugas sendiri-sendiri dan berbeda. Satu anak belajar tentang tata bahasa, satunya lagi mendalami bacaan, dan yang lain mengkaji puisi.
Setelah masing-masing memahami apa yang dipelajari, mereka bekerjasama untuk membandingkan tiga topik yang berbeda.
Hasilnya? Pengetahuan mereka bertambah karena variasi belajar yang kemudian dijadikan satu dalam buku, poster atau media lain.
Seorang pengajar di Amerika bernama Annemarie Palincsar Brown, “menggali” bakat dan kecerdasan anak dengan strategi yang disebut “gergaji”.
Strateginya ya yang barusan saya jelaskan. Dengan cara itu, ia menemukan kalau motivasi belajar, kemampuan memahami bacaan dan menulis menjadi lebih baik daripada model ceramah dan tanya jawab.

https://www.pikiran-rakyat.com
Kombinasi Untuk KBM Lebih Baik
Nah, giliran Anda sekarang untuk tahu apa Anda sudah mengajar dengan empat aspek tadi, atau salah satunya saja. Jujurlah pada diri sendiri untuk evaluasi. Jika merasa cara ngajar belum bagus, pada aspek apa, dan bagaimana Anda memperbaikinya.
Apa dan bagaimana hasilnya setelah Anda mempraktikkan keempatnya. Kalau sudah tahu kondisi kelas, terus keempat aspek tersebut berhasil Anda terapkan, murid bukan hanya pintar dan sukses, tapi juga kreatif, peka dengan sekitar.
Kelas pun akan jadi terasa menyenangkan untuk belajar. Untuk mengembangkan performa kelas, Anda harus punya sekaligus memahami tujuan dan obyektif. Saya jelaskan maksud keduanya.
Untuk definisinya, keduanya bermakna target yang ingin dicapai seseorang, khususnya guru. Bedanya, tujuan biasanya lebih umum untuk meraih prestasi dengan usaha tertentu. Sedangkan obyektif targetnya lebih spesifik.
Untuk kenampakan (bukan penampakan ya?), tujuan ndak kelihatan dan ndak bisa diukur. Kalau obyektif bisa diukur dan dilihat.
Soal waktu, tujuan seringkali lebih lama diraih, sedangkan obyektif dicapai dalam waktu dekat.
Contoh tujuan: Saya mau sukses sebagai ilmuwan bidang teknik dan bisa menemukan hal yang belum pernah ditemukan. Jadi ilmuwan sekaligus penemu. (targetnya bisa sekian bulan atau tahun lagi)
Contoh obyektif: Saya ingin menyelesaikan laporan tentang hasil temuan saya minggu ini.
Sebelum ngajar, pikirkan beberapa hal ini agar bisa tahu tujuan dan obyektif Anda;
Pertama, apa yang Anda inginkan dari murid-murid (nilai bagus saja atau pemahaman, atau keduanya)?
Kedua, apa materi dan keterampilan yang cocok untuk mereka?
Ketiga, apa dan bagaimana cara membuktikan kalau hasil belajar mereka sudah sesuai dengan target?
Leave a Reply