
https://www.appletreebsd.com
Pancing Rasa Ingin Tahu
Anak-anak sangat kuat rasa ingin tahunya. Mereka akan bertanya apa saja, bisa berhubungan dengan pelajaran atau hal lain. Bagi Anda yang punya anak SD, mereka pasti “cerewet” pada Anda.
Tapi bukan hanya anak saja yang seperti itu, anak yang sudah menginjak remaja dan dewasa sekalipun bisa punya rasa ini. Mau contoh? Ilmuwan yang haus ilmu dan ingin memecahkan masalah di sekitarnya.
Seperti Mark Zuckerberg yang ingin tahu biodata dan status teman-temannya, maka lahirlah facebook dengan latar belakangnya sebagai mahasiswa Ilmu Komputer dan Psikologi.
Raja Hieron yang ingin tahu kadar kemurnian emas, dengan meminta Archimedes (ilmuwan Yunani) untuk mencari tahu caranya.
Meski yang penasaran Rajanya, tapi di sini saya ingin memberi dua hal berbeda. Yang pertama penasaran, lalu ia sendiri membuat karya berupa web, sedangkan yang kedua menyuruh orang yang kemudian jadi ilmuwan. Padahal ia tidak kuliah.
Pertanyaan besarnya adalah, sudahkah sistem pendidikan kita memancing rasa ingin tahu?
Ada dua ciri untuk mengetahuinya; pertama, informasi yang disampaikan, utuh atau sepotong-sepotong saja. Kedua, hal-hal yang berhubungan dengan kepribadian anak.
Ciri pertama bisa dari buku yang dipelajari kurang rinci dan kurang bagus. Jadi anak malas membacanya. Gunakan strategi membangkitkan ingin tahu dengan “misteri.” Tanyakan hal-hal yang belum mereka tahu, berhubungan dengan pelajaran Anda.
Untuk Komputer, kenapa komputer bisa memudahkan kehidupan kita? Kenapa ada perdagangan dalam IPS?
Setelah Anda ajukan pertanyaan-pertanyaan tersebut, saatnya mereka menjawab dengan model kelompok atau sendiri-sendiri.
Biasanya siswa lebih suka kelompokan karena mikirnya bersama, sehingga jawaban sekalgus solusi bisa ditemukan dengan cepat.
Ciri yang kedua, kepribadian seorang anak tidak bisa dinilai hanya dari dirinya sendiri. Ia harus dilibatkan pada suatu hal, baik positif maupun negatif. Hubungkan perkara umum dengan pelajaran.
Berikut contohnya:
Pertama; Perkara umum dengan topik moral: apa yang menyebabkan perkelahian terjadi?
Hubungannya dengan pelajaran PPKn; bagaimana kedamaian bisa diciptakan?
Kedua; Perkara umum dengan topik lingkungan: bagaimana mengatasi banjir?
Hubungannya dengan pelajaran IPA: menciptakan solusi yang tepat untuk menanggulangi banjir
Ketiga; Perkara umum dengan topik keberagaman: bagaimana menjalin hubungan baik dengan penganut sesama dan beda agama?
Hubungannya dengan pelajaran agama: berteman dengan orang yang berbeda agama namun tetap saling menghormati.
Jawaban dari si anak itulah yang mencerminkan kepribadiannya.

https://www.cakapsehat.com
Mengetahui Keaslian
Ok, murid pasti dituntut untuk bisa memahami setiap pelajaran. Tapi Anda juga perlu memberi mereka kesempatan untuk menunjukkan jati dirinya yang asli dengan cara mengetahui apa maunya. Bukan berarti memanjakan lho?
Masalahnya, banyak sekolah yang kurang mau memperhatikan hal ini. Anak bukannya dibimbing pelan-pelan, malah dimarah gara-gara hasil belajarnya di luar harapan gurunya. Alasannya macam-macam.
Pertama, guru saklek dengan ajarannya. Jika ia mengajar keterampilan menggambar, ia ingin semua muridnya harus menggambar sesuai perintahnya, apakah itu pemandangan, suasana kota, atau suasana rumah. Tidak boleh yang lain.
Akhirnya anak otomatis ndak bisa berkembang pikirannya, ndak bisa mengekspresikan dirinya. Dalam pelajaran seni, kreatifitasnya tidak terasah. “Mas, murid saya banyak kok yang dapet nilai bagus, mereka nggambarnya dengan senang hati juga.”
Ok, tapi Anda ingin punya murid yang berorientasi nilai saja, atau kelihaian menggambar sambil menghayati maknanya? Ya analoginya sama seperti teori yang dihafal saja tapi ndak dapat esensinya.
Kedua, guru pilih kasih. Ini yang repot. Ia hanya mau memilih siswa yang kecerdasannya menonjol.
Yang biasa-biasa saja jarang atau bahkan tidak diberi kesempatan sama sekali selama satu tahun sekolah. Padahal bisa jadi anak yang kemampuannya dianggap remeh itu ndak kalah hebat dengan yang pintar.
Karena itu ia menjadi minder, ndak PD, ragu-raguan setiap kali mau mencoba mengerjakan atau mengekspresikan diri di kelas maupun di luar kelas (di perpustakaan, tempat ibadah, lapangan, laboratorium).
Ketiga, kreatifitas dianggap selingan saja dalam KBM. Guru lebih menekankan model ceramah, tanya jawab, mengerjakan, dan ulangan atau ujian. Hasilnya, anak lagi-lagi kreatifitasnya stagnan. Kalau ditanya orang:
“bisa nggambar apa nak?”
“pemandangan”
“Hafal kosakata bahasa Inggris nak?”
“Gak, cuma diajari tata bahasa sama mbaca aja, itupun ndak pakai permainan”
Satu kalimat ekspresi (prihatin) dari saya, “sedihnya tuh disini…” (sambil mengelus dada).
Lalu gimana solusinya, Mas? Silakan Anda coba cara-cara berikut:

https://jateng.kemenag.go.id
Kombinasi kreatifitas dan pelajaran. Kaitkan tugas yang berunsur kreatif dan berorientasi ekpresi diri pada pelajaran anak.
Anda yang mengajar bahasa Indonesia, minta siswa siswi untuk membuat cerita pendek tentang keluarganya, atau pengalaman selama liburan.
Bila perlu, suruh mereka untuk menuliskan beberapa kalimat majas setelah Anda menjelaskannya. Manfaat yang mereka peroleh, selain senang dengan tugas bebas dari Anda, materi Anda juga ada di dalamnya.

https://sosialberkarya.wordpress.com
Ciptakan kepuasan. Seringkali, anak merasa puas kalau hasil belajar dan karyanya dihargai, baik oleh guru maupun teman-temannya.
Caranya dengan menyuruh mereka berdiri di depan kelas untuk mempresentasikan hasilnya. Memang, tidak semua anak mau. Sebagian masih malu, tapi kalau dilatih lama-lama juga akan PD.

https://www.kompasiana.com
Beri kesempatan. Kesempatan yang bisa Anda berikan yaitu memilih anak yang jarang mengacungkan tangan. Buat mereka berani menjawab. Anda juga perlu membuat pertanyaan yang sekiranya mudah dijawab anak yang kemampuannya biasa saja.
Kalau jatah pertanyaan Anda selalu dijawab anak pintar tanpa Anda tunjuk, saatnya Anda menunjuk anak yang biasa tadi.
Ia akan merasa mendapat perhatian, bukan hanya dari Anda, tapi juga dari teman-temannya yang mengatakan “ayo kawan, gampang kok, kamu pasti bisa”. Ya, dukungan moril.
Leave a Reply