
http://msafandi.blogspot.com
e-learning menguntungkan atau malah merugikan?
e-learning, kependekan electronic learning alias pembelajaran elektronik, sebuah teknologi yang sangat bermanfaat bagi dunia pendidikan, yang menggabungkan komputer dengan internet. Terdapat unsur gambar, video, grafis dan suara di dalamnya.
Dengannya, pengajar dan peserta didik bisa melakukan KBM dengan sangat efektif, karena mengurangi penggunaan kapur, spidol, dan buku (bagi sekolah yang benar-benar berkelas).
Selain itu, ia juga sangat membantu guru dalam penilaian dan menjelaskan pada semua siswa-siswinya.
e-learning memang memudahkan kedua pihak, guru dan murid, namun penggunaan sistem ini bukan hal mudah. Ada dua cara untuk mengukur efektif tidaknya e-learning.
Pertama, menghitung Return On Investment (ROI). Maksudnya, berapa biaya yang dikeluarkan untuk membuat sistem tersebut, dan butuh waktu berapa lama untuk mengembalikan biayanya.
Cara kedua, mengukur dengan metode yang disebut Kirkpatrick. Perbedaan cara tersebut memunculkan perdebatan. Masing-masing pihak juga punya pendapat yang kuat. Keduanya membuat banyak pihak sekolah dilematis.
Kita boleh saja berpendapat kalau belajar dengan perpaduan komputer, internet dan grafis membuat peserta didik senang, semangat belajar, dan hasilnya bagus.
Tapi, pihak sekolah juga harus memikirkan dana untuk mendapat kualitas belajar mengajar terbaik. Kemudian hasil dari penggunaannya nanti seperti apa. Hampir sama seperti bisnis.
Mau beli aset berupa tempat usaha, kan harus dipikir dan dipertimbangkan secara sangat matang. Pemilik usaha harus bisa mengira-ngira bagaimana hasilnya setelah menyewa atau membeli tempat. Ini adalah pemikiran untuk “penganut” teori ROI.
Di sisi lain, tidak mudah untuk menghitung biaya pasti, karena sifatnya relatif. Biaya bisa diketahui setelah tanya pada ahlinya. Itupun beda-beda. Ada yang murah dengan kualitas lumayan, dan tidak sedikit yang berani memberikan tarif mahal. Selalulah ingat yang satu ini “harga menentukan kualitas” dan lagi “ada harga ada rupa.”
Lalu, siapa yang bisa kita ikuti?
Saya akan memberikan perbandingan teori dari kedua cara di atas. Kita ulas yang pertama dulu, yaitu metode ROI.
Investasi diperlukan dalam e-learning, yaitu untuk membeli sekian perangkat komputer, langganan internet dan pembuatan materinya. Bagaimana caranya agar dana yang dikeluarkan tidak merugikan pihak sekolah suatu saat, mengingat tidak murah. Inipun masih terjadi dilema lagi. Kemahalan, dana belum ada (sabar aja). Terlalu murah kuatir kualitas abal-abal.
Cara pertengahan, cari yang sedang saja. Komputer tidak perlu yang sekelas Apple, pokoknya spesifikasinya lumayan bagus. Internet cukup cepat saja, tidak perlu terlalu cepat. Biaya tentu menjadi pertimbangan pertama untuk mengaplikasikan sistem canggih ini.
Sehingga diharapkan anak didik menjadi lebih baik belajarnya dan hasilnya sesuai harapan guru. Pertanyaannya, apa saja yang harus dihitung supaya ROI menjadi efektif (tidak asal keluar uang)?

https://toghr.com
Pertama, biaya untuk sang ahli. Membuat materi e-learning tidak sekedar dengan PowerPoint. Ada program khusus yang hanya bisa dilakukan oleh pakarnya. Mereka adalah desainer grafis, video editor, pengisi suara, game programmer, dan administrator jaringan.
Desainer grafis bertugas membuat gambar yang menarik, bisa juga dalam bentuk animasi (gambar bergerak). Video editor untuk mengatur mana tayangan yang perlu diperlihatkan dan mana yang tidak. Tujuannya untuk efisiensi waktu. Selain itu juga untuk memberi tulisan-tulisan yang menjelaskan bagian-bagian tayangan.
Game programmer membuat permainan berbasis komputer, sehingga anak tidak terasa belajar, tapi bermain. Administrator jaringan yang mengatur lalu lintas internet selama e-learning berlangsung.

https://www.harmony.co.id
Kedua, biaya untuk teknologi. Teknologi yang digunakan adalah Kelas Virtual, Sistem Manajemen Belajar, Sistem Operasi, Hard Disk Virtual dan lain-lain. Dengan teknologi itu, anak dan guru bisa belajar di luar kelas dan orang tua bisa memantau hasilnya meski lagi di luar kota.

https://www.digination.id
Ketiga, biaya untuk materi. Bisa dibilang, ini adalah bagian yang butuh dana terbesar dalam e-learning. Materi harus diperbarui setiap bulan. Satu materi saja bisa habis jutaan rupiah. Namun bagi guru yang kreatif, materi selama 2 – 3 bulan bisa saja diringkas jadi 1 bulan saja. Kreatif memang bisa membuat kita hemat biaya tapi hasilnya tetap bagus. Keren kan?

https://blog.halofina.id
Keempat, biaya tak terduga. Kita semua tidak berharap, tapi ya namanya barang ciptaan manusia pasti ada kalanya bermasalah. Ketika komputer tiba-tiba mati total (tidak bisa nyala sama sekali), sekolah perlu mendatangkan tukang servis atau membawa komputer ke tokonya. Kalau listrik sering mati, sebaiknya ya beli genset.
Jangan buru-buru mengeluh. Dibalik mahal dan repotnya sistem ini, ada enaknya kok:

https://depok.pikiran-rakyat.com
Fleksibel. Dimanapun berada, kapanpun mau belajar, guru dan murid tinggal buka laptop, tablet PC, atau smartphone. Dunia selebar daun kelor ya? J Yang tidak kalah menarik, murid yang aktif belajar dan tidak, aktif ngerjakan dan tidak, ketahuan semua. Karena kalau anak mengakses web e-learning yang sudah ditentukan guru, ia harus log in dulu dengan nama aslinya.

https://www.mendekor.com
Minim gangguan dan ketidakpraktisan. Di kelas masih ada keramaian dari suara teman-teman. Di tempat umum juga. Pilih waktu dan tempat yang sekiranya nyaman untuk belajar. Model belajar kuno masih pakai buku dan pulpen. Dengan e-learning, keduanya sudah gak diperlukan, kecuali untuk mencatat hal-hal tertentu saja.
I’m no longer certain where you’re getting your information, however great topic. I needs to spend a while finding out more or figuring out more. Thank you for excellent information I was in search of this information for my mission.
thank you